Minggu, 02 Januari 2011

Diversitas Mangrove di Jawa Timur (part 1)

Definisi Mangrove
Berdasarkan Tomlinson 1986 dan Wightman 1989 dalam Rusila Noor et al., 1999, mangrove adalah tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger dkk, 1983). Sementara itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978 tentang silvikultur hutan payau, hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai dan sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan no. P.03/MENHUT-V/2004, hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh jenis-jenis pohon (Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Bruguiera, Lumnitzera, Xylocarpus, dan Nypa). Tempat ideal bagi pertumbuhan mangrove adalah disekitar pantai, muara, atau delta dengan sedimen berupa pasir atau lumpur, landai, dan relatif terlindung.
Dalam buku panduan ini, istilah “mangrove” mengacu pada habitat, namun dalam beberapa hal digunakan juga untuk jenis tumbuhannya.
Tomlinson 1986 dalam Kitamura et al., 1997 mengklasifikasikan mangrove kedalam tiga kelompok utama, yaitu:
a.     Komponen utama (major component): jenis-jenis dalam kelompok ini mengembangkan spesialisasi morfologi  seperti sistem akar udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mensekresikan kelebihan garam dalam upaya beradaptasi dengan lingkungan mangrove. Jenis-jenis ini hanya tumbuh di hutan mangrove dan tidak terdapat di lingkungan terestrial (darat).

b.     Komponen minor (minor component): bukan merupakan elemen utama mangrove dan dapat tumbuh di tepi mangrove atau lebih kearah darat.

c.     Mangrove asosiasi (associates): jenis-jenis ini bukan merupakan anggota komunitas mangrove sejati dan tumbuh pada lingkungan vegetasi darat.

Kelompok pertama dan kedua dari klasifikasi diatas sering disebut sebagai mangrove sejati (true mangrove) sedangkan kelompok terakhir disebut mangrove ikutan atau asosiasi (associate mangrove).

Habitat mangrove
Kondisi substrat
Hutan mangrove tumbuh di sepanjang garis pantai tropis seperti muara, delta atau laguna. Hutan mangrove yang luas umumnya terdapat di sepanjang pantai berlumpur yang terlindung dari gelombang dan angin yang kuat, terutama pada area dimana terdapat suplai sedimen halus dan air tawar yang melimpah.
Di pesisir Jawa Timur, mangrove umum tumbuh di pantai yang bersubstrat lumpur. Bagian atas substrat disebut lapisan topsoil yang berwarna coklat abu-abu. Lapisan ini tipis namun sangat porous sehingga memudahkan proses aerasi udara dan pergerakan air. Dibawah lapisan topsoil terdapat lapisan subsoil yang berwarna lebih gelap dan hanya sedikit teraerasi, dimana pada lapisan ini terdapat sangat banyak materi organik. Bila tergali atau terbuka, tercium bau yang sangat kuat, menunjukkan bahwa lapisan ini banyak mengandung hidrogen sulfida sebagai hasil kerja bakteri anaerob pereduksi sulfur.
Kondisi substrat merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan zonasi mangrove. Avicennia dan Sonneratia akan tumbuh dengan baik pada substrat lumpur berpasir, Rhizopora tumbuh lebih baik pada substrat lumpur yang kaya bahan organik, sementara Bruguiera lebih menyukai substrat lempung yang sedikit mengandung bahan organik. Mangrove juga dapat tumbuh pada pantai berpasir, berbatu atau bersubstrat pecahan karang, misalnya jenis Rhizopora stylosa dan Sonneratia alba.

Salinitas
Kondisi salinitas (kadar garam) sangat mempengaruhi komposisi mangrove, dimana berbagai jenis mangrove dapat mengatasi kondisi salinitas dengan cara berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya.
Jenis mangrove seperti Avicennia biasanya memiliki toleransi kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan jenis lainnya. Avicennia marina dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar hingga 90. Jenis-jenis Sonneratia umumnya ditemui hidup di daerah dengan salinitas tanah mendekati salinitas air laut, kecuali S. caseolaris yang tumbuh pada salinitas kurang dari 10. Beberapa jenis lain juga dapat tumbuh pada salinitas tinggi seperti Aegiceras corniculatum pada salinitas 20 – 40, Rhizopora mucronata
dan R. Stylosa pada salinitas 55, Ceriops tagal pada salinitas 60 dan pada
kondisi ekstrim ini tumbuh kerdil, bahkan Lumnitzera racemosa dapat tumbuh sampai salinitas 90. 

Oksigen
Kadar oksigen pada substrat lumpur biasanya sangat rendah, terkait dengan sifat substrat yang sedikit porous. Pada lapisan subsoil hanya terdapat sangat sedikit oksigen, sehingga organisme yang hidup hanya bakteri anaerob pendegradasi bahan organik. Hasil pemecahan bahan organik ini menghasilkan racun (setidaknya bagi manusia) yaitu hidrogen sulfida yang membuat tanah berwarna hitam dan berbau tidak sedap seperti telur busuk.

pH
Kalsium yang terlarut dari pecahan karang dan cangkang Mollusca membuat pH tanah menjadi basa. Akan tetapi tanah mangrove bersifat netral hingga asam karena terdapat banyak bahan organik.

Nutrien
Nutrien yang dihasilkan olah produsen primer akan masuk kedalam komunitas dan dimanfaatkan oleh konsumen pada tingkat trofik yang lebih tinggi. Nutrien juga berasal dari bahan organik yang terbawa oleh sungai dan arus laut.Pada akhirnya, nutrien ini akan dimanfaatkan oleh detritus melalui penguraian serasah daun dan kayu serta sisa-sisa hewan yang telah mati. Pada ekosistem mangrove, akan sangat banyak dijumpai organisme peramban herbivore (herbivore grazer) yang memakan detritus, diantaranya adalah berbagai jenis Mollusca dan Crustacea.

Rusila Noor et al. (1999) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki area mangrove terluas di dunia (3.5 juta hektar). Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (associate).

Zonasi mangrove
Kawasan mangrove di Asia Pasifik umumnya memiliki zonasi yang serupa. Zona terdepan, yaitu zona yang paling dekat dengan laut, didominasi oleh jenis mangrove yang memiliki pneumatophore yaitu Avicennia spp dan Sonneratia spp, dibelakangnya berturut-turut adalah zona Rhizopora spp, Bruguiera spp dan mangrove asosiasi. Lebih lanjut, dalam Rusila Noor dkk (1999) disebutkan bahwa mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona yaitu;
a.     Mangrove terbuka
Zona ini berada di bagian yang berhadapan dengan laut dan didominasi oleh Sonneratia dan Avicennia. Kadang Rhizopora juga terdapat pada zona ini.

b.     Mangrove tengah
Zona ini terletak dibelakang zona terbuka, umumnya didominasi oleh Rhizopora namun Bruguiera juga sering tumbuh pada zona ini.

c.     Mangrove payau
Zona ini berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia.

d.     Mangrove daratan
Merupakan zona terdalam dibelakang zona mangrove sejati. Pada zona ini dapat dijumpai jenis-jenis mangrove asosiasi.

Fungsi ekologi mangrove
Secara ekologis, mangrove memiliki peranan sebagai berikut;
a.     Sebagai area memijah (spawning ground), asuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground), sarang (nesting ground), dan istirahat (resting ground) bagi berbagai macam biota; termasuk burung pantai, ikan, udang, kepiting, reptil, dan mamalia.

b.     Menahan abrasi dan peredam gelombang air laut. Mangrove merupakan pertahanan pertama kawasan pantai terhadap hantaman gelombang (misalnya pada saat terjadi tsunami) sehingga dapat melindungi area lain (pemukiman, pertambakan, dan perkebunan) yang berada di belakangnya. Daerah pantai yang tidak memiliki mangrove lebih rentan terhadap abrasi dan hantaman gelombang.

c.     Melindungi pantai dari badai dan taufan serta mencegah dan mengurangi intrusi air laut.

d.     Mengendalikan banjir. Hutan mangrove yang tumbuh disekitar delta atau muara sungai dapat mencegah banjir.

e.     Memperkuat dan menstabilkan sedimen pantai. Sistem perakaran mangrove, baik akar tunjang maupun akar napas, dapat menahan partikel-partikel sedimen sehingga dapat mentabilkan sedimen.

f.      Mengurangi polusi udara dan air. Mangrove dapat menyerap kandungan CO2 berlebih di udara dan menyerap logam berat (merkuri (Hg), timbal (Pb), dan lain-lain yang terkandung dalam sedimen).

g. Sebagai sumber produktivitas primer kawasan perairan pantai.

Manfaat ekonomi mangrove
Selain memiliki fungsi ekologi yang sedemikian vital, mangrove juga telah lama dikenal memiliki manfaat ekonomi yang sangat potensial, diantaranya sebagai;
a.     Kayu mangrove merupakan bahan baku kayu bakar, bangunan dan arang yang sangat baik. Selain itu, kayu mangrove juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri tekstil, kertas, pengawetan makanan dan insektisida.

b.     Buah mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Buah Avicennia dapat dimanfaatkan sebagai keripik; buah Sonneratia untuk bahan sirup dan dodol; buah Nypa untuk pembuatan es teler, permen, dan manisan; buah Rhizopora dapat dijadikan agar-agar.

c.     Potensi perikanan. Peranan mengrove sebagai area memijah, mencari makan dan bersarang bagi biota air menyebabkan tingginya keanekaragaman dan kelimpahan jenis potensial ekonomi seperti ikan, udang dan kepiting. 

d. Penanaman mangrove seperti Rhizopora sp dan Avicennia sp (model silvofishery) pada lahan pertambakan dapat meningkatkan produktivitas tambak.

 Pengamatan di lapangan dalam kurun 2007 - 2010 di pesisir utara dan selatan Jawa Timur, dapat dijumpai 30 spesies mangrove sejati dan 29 mangrove asosiasi. Jenis mangrove sejati yang paling umum diantaranya adalah Avicennia alba, A. marina, A. officinalis, Sonneratia alba, S. caseolaris, Rhizopora mucronata, R. apiculata dan R. stylosa. Selain itu umum pula dijumpai jenis Lumnitzera racemosa, Ceriops tagal, Acanthus ilicifolius dan Exoecaria agallocha.

2 comments:

Monster allelopati mengatakan...

salam mangrove....
mas bisa beri info tentang pengolahan buah mangrove????

faridmuzaki mengatakan...

sejauh ini fokusnya msh d biodiversitas, tp sedapat mgkn sy cb utk menulis ttg pemanfaatan buah mangrove. terima kasih

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger