Sebagai
manusia yang memiliki akal, pikiran dan naluri, mestinya kita mampu melihat
berbagai fenomena bencana yang sering menimpa negeri kita, Indonesia. Tidak
sebatas melihat, mestinya kita juga mampu melakukan analisis mengenai penyebab
terjadinya bencana tersebut untuk dapat memikirkan dan melakukan tindakan
preventif guna mencegah terjadinya bencana serupa.
Masalah-masalah
pengelolaan lingkungan dapat dianggap sebagai salah satu penyebab utama
terjadinya bencana alam di Indonesia. Muara dari semua masalah lingkungan
adalah pembangunan yang dilakukan tanpa memperhatikan faktor keseimbangan
lingkungan yang pada gilirannya akan merusak lingkungan hidup. Pembangunan
kawasan pemukiman, industri atau perkebunan seringkali mengabaikan kelestarian
lingkungan hidup dan hanya mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomi semata.
Sebagai akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan yang memicu terjadinya bencana
seperti contoh diatas. Lebih lanjut, kesalahan pengelolaan lingkungan paling
tidak dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti tingkat pendidikan, masalah
ekonomi, pola hidup, kelemahan sistem peraturan perundangan dan lemahnya
pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan.
Untuk
mengatasi masalah pengelolaan lingkungan, minimal harus ada beberapa poin yang
dimiliki oleh para produsen yang konsumen yang memanfaatkan sumberdaya, yaitu
kesadaran lingkungan, kesadaran hukum dan komitmen untuk melindungi lingkungan.
Dalam ketiga aspek diatas, sebagian besar penduduk Indonesia tampaknya masih
belum menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan secara terpadu dan
berkesinambungan. Banyak dari kalangan masyarakat (mulai ekonomi mapan hingga
menengah-kebawah, petani hingga investor) yang belum memiliki kesadaran
lingkungan yang memadai.
Contoh
sederhana dari pernyataan diatas adalah maraknya penggunaan pestisida dalam
bidang pertanian. Demi hasil panen yang bagus, petani menggunakan pestisida
kimia untuk membasmi hama dan gulma, tanpa menyadari bahwa hal tersebut sangat
berbahaya karena pestisida kimia tidak hanya membunuh hama namun juga
biota-biota lain yang sebetulnya bermanfaat. Lebih parah lagi, jarang terdengar
bahwa seorang penyuluh pertanian memberi pengetahuan tentang bahaya penggunaan
pestisida kimia kepada para petani sehingga penggunaan pestisida kimia tetap
marak.
Dalam
kehidupan sehari-hari, berbagai macam contoh kekurang-tepatan pengelolaan
lingkungan juga dapat kita lihat. Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional
yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi
adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi
merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk
pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung
meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan
penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai
di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah
semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun
pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku
dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan
kualitas lingkungan yang baik.
Sisi
lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol
adalah penegakan hukum. Pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang
tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak diimbangi dengan ketaatan
aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang
mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola
usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan
hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan (Sudarmadji, 2008).
Dengan
kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan
semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk
melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup yang berkelanjutan harus ditingkatkan kualitasnya dengan
dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia
yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial
budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara
pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui
internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan
nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses
pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan (Sudarmadji,
2008).
Paradigma Pembangunan di Negara Maju versus Negara Berkembang
Di
negara-negara maju, dalam keadaan tingkat hidup yang tinggi dan hampir semua
penduduknya tidak lagi mengenal kelaparan maupun penyakit menular yang
berbahaya, kerusakan lingkungan dianggap sebagai bahaya terhadap kehidupan yang
makmur, aman dan menyenangkan. Untuk apa membangun bendungan bila membawa
resiko kerusakan lingkungan, sedangkan listrik untuk pabrik dan keperluan rumah
tangga serta air irigasi untuk produksi pertanian telah cukup. Untuk apa pula
digunakan pestisida guna menaikkan lagi produksi bahan makanan dengan
menanggung resiko terjadinya pencemaran lingkungan, sedangkan produksi telah
melimpah bahkan berlebih (Soemarwoto, 2007).
Sejak
tahun 1960-an di negara maju, terjadi gerakan lingkungan yang kuat yang
bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang diakibatkan oleh
pembangunan. Gerakan tersebut diikuti oleh gerakan yang bersifat anti-teknologi
maju dan anti-pembangunan, karena pembangunan dianggap sebagai biang keladi
rusaknya lingkungan. Gerakan-gerakan tersebut melihat masalah lingkungan dari
cara pandang negara maju yang serba kecukupan dan bebas dari penyakit menular
yang berbahaya (Soemarwoto, 2007).
Secara
umum, keadaan di negara berkembang sangatlah berbeda dengan di negara maju.
Tingkat hidup yang masih rendah; produksi bahan makanan masih belum mencukupi
sehingga masih terjadi kasus kekurangan makanan bahkan kelaparan; sanitasi
lingkungan rendah; tingkat pendidikan masih rendah; tingkat pengangguran tinggi
dan berbagai macam kasus banjir dan kekeringan menjadi ancaman yang rutin
terjadi (Soemarwoto, 2007).
Untuk
mengurangi permasalahan tersebut diatas di negara-negara berkembang, mutlak
diperlukan adanya pembangunan. Tanpa pembangunan tidak akan dapat terjadi
perbaikan kualitas hidup bahkan akan terjadi kemerosotan kesejahteraan. Akan
tetapi, konsep pembangunan yang tidak berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
justru akan menimbulkan masalah-masalah lingkungan.
Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Negara
Berkembang
Seiring
dengan kebutuhan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengatasi
banyak masalah, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan dapat dan
telah menimbulkan berbagai dampak negatif.
Konsep
pembangunan yang tidak berkelanjutan dan tidak berwawasan lingkungan bukan
hanya akan memperparah masalah-masalah lingkungan dan sosial yang ada namun
juga akan memicu timbulnya masalah-masalah lingkungan yang baru. Terdapat 5 isu
pokok lingkungan aktual yaitu;
- Kerusakan hutan dan lahan
- Kerusakan pesisir dan laut
- Pencemaran air, tanah dan udara
- Permasalahan lingkungan perkotaan
- Kemasyarakatan
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan.
Pada prinsipnya, tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara masalah-masalah pengelolaan lingkungan hidup yang terjadi di negara-negara berkembang dan di Indonesia. Oleh karena itu, bahasan-bahasan berikut akan lebih ditekankan pada masalah-masalah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, sebetulnya telah ada peraturan perundangan baik di tingkat pusat maupun daerah. Pada level pemerintah pusat, telah terbit berbagai macam produk perundangan mulai dari Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah hingga Undang-Undang.
Sebagai jawaban atas permasalahan kebijakan pengelolaan lingkungan, pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 yang disempurnakan melalui penerbitan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terbitnya UU No. 32 Th. 2009 tersebut tampaknya memang ditujukan untuk lebih memperkuat aspek perencanaan dan penegakan hukum lingkungan hidup, yang mana terlihat dari struktur UU yang lebih dominan dalam mengatur aspek perencanaan dan penegakan hukum. Meskipun demikian terdapat celah yang cukup mencolok dalam UU No. 32 Th. 2009, yaitu ketiadaan pasal dan ayat yang menyinggung tentang komitmen para pemangku kepentingan untuk memperlambat, menghentikan dan membalikkan arah laju perusakan lingkungan (Adnan, 2009).
Kasus 1: Kelemahan Sistem Perundangan dan Hukum Lingkungan
No.
|
Pokok
Masalah
|
Tingkat
Nasional
|
Tingkat
Daerah
|
|
|
|
|
1
|
Pengelolaan
Kualitas Air Tawar
|
Ada
|
Ada
|
2
|
Pengendalian
Limbah Cair
|
Ada
|
Ada
|
3
|
Kualitas
Air Tanah
|
Diabaikan
|
Diabaikan
|
4
|
Kualitas
Air Laut
|
Ada
|
Diabaikan
|
5
|
Pencemaran
Udara dari Sumber Bergerak
|
Ada
|
Diabaikan
|
6
|
Pencemaran
Udara dari Sumber Tidak Bergerak
|
Ada
|
Tidak lengkap
|
7
|
Pencemaran
Udara dari Kebakaran
|
Diabaikan
|
Diabaikan
|
8
|
Pengelolaan
dan Pengendalian Tanah Terkontaminasi
|
Diabaikan
|
Diabaikan
|
9
|
Pengelolaan
Limbah Berbahaya dan Beracun
|
Tidak lengkap
|
Diabaikan
|
10
|
Pengendalian
Zat-zat Kimia dari Industri Pertanian
|
Tidak Lengkap
|
Tidak Lengkap
|
11
|
Pengelolaan
Tanah
|
Diabaikan
|
Diabaikan
|
12
|
Pengelolaan
Sumber Daya Air
|
Tidak terkoordinasi
|
Tidak terkoordinasi
|
13
|
Pengelolaan
Hutan
|
Ada
|
Tidak Lengkap
|
14
|
Perlindungan
Lahan Basah
|
Diabaikan
|
Diabaikan
|
15
|
Perlindungan
Daerah Pesisir
|
Tidak terkoordinasi
|
Tidak terkoordinasi
|
16
|
Perlindungan
Sumber Daya Laut
|
Diabaikan
|
Diabaikan
|
17
|
Perlindungan
Keanekaragaman Hayati didalam Kawasan Lindung
|
Ada
|
Ada
|
18
|
Perlindungan
Keanekaragaman Hayati diluar Kawasan Lindung
|
Tidak terkoordinasi
|
Diabaikan
|
19
|
Perlindungan
Spesies Langka
|
Tidak lengkap
|
Diabaikan
|
Kasus 2: Tumpang-tindih Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dalam Otonomi Daerah
- Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan, hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup sering dilaksanakan overlapping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain.
- Tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain.
- Pendanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
- Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup selain dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih belum mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.
- Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
- Lemahnya implementasi peraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya.
- Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
- Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup.
- Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Kasus 3: Pelaksanaan AMDAL
- AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses perijinan suatu rencana kegiatan pembangunan, sehingga tidak terdapat kejelasan apakah AMDAL dapat dipakai untuk menolak atau menyetujui suatu rencana kegiatan pembangunan.
- Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal. Selama ini LSM telah dilibatkan dalam sidang-sidang komisi AMDAL, akan tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima didalam proses pengambilan keputusan.
- Terdapatnya berbagai kelemahan didalam penerapan studi-studi AMDAL. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa berbagai rekomendasi yang muncul dalam studi AMDAL serta UKL dan UPL akan dilaksanakan oleh pihak pemrakarsa.
- Masih lemahnya metode-metode penyusunan AMDAL, khusunya aspek “sosial-budaya”, sehingga kegiatan-kegiatan pembangunan yang implikasi sosial-budayanya penting, kurang mendapat kajian yang seksama.
REFERENSI
3 comments:
Bantu buat Kartu Kredit dengan beragam fasilitas dan diskon, free iuran tahun pertama di manapun anda berada di seluruh pelosok nusantara Kartu Kredit BNI, adalah Kartu Kredit BNI MasterCard dan BNI VISA, baik Kartu Biru, Emas
maupun Platinum berikut Kartu Tambahannya.
100% berkas aman cukup fc ktp.slip
gaji/skp kartu kredit npwp
khusus karyawan gaji min 3 jt perbulan.owner lampirkan fc ktp siup dan npwp bila memiliki kartu kredit bisa dilampirkan
proses maks 10 hari kerja.Diskon 15% untuk makanan dan minuman dengan minimum transaksi Rp 150.000,- dan maksimum transaksi Rp 2.000.000,-.
Diskon 20% untuk menu makanan Hot Kitchen (tidak termasuk Toast/Honey Toast/Beverage) dengan minimum transaksi Rp 150.000.- dan maksimum transaksi Rp 2.000.000,- (sebelum diskon, pajak dan servis).
Garuda Indonesia Travel Fair 2014, bekerja sama dengan Garuda Indonesia, one stop shopping untuk paket wisata Anda dengan harga spesial menggunakan Kartu Kredit dan Kartu Debit BNI.
Diskon cicilan 0% selama 3 & 6 bulan atau cicilan bunga ringan 0,8% selama 9 & 12 bulan dengan transaksi minimum Rp 1.000.000,-
Hemat hingga 50% atau maksimum Rp 1.000.000,- berminat hubungi
chairul sarto utomo via sms telp
PIN 7EA8D6FD TELP 088215334251. 085600125176 alamat kantor RUKO GALAKSI ARTERI SOEKARNO HATTA SEMARANG, LUAR KOTA SEMARANG BERKAS BISA DIKIRIM VIA EMAIL DI rooly88@gmail.com,
makalah yang saya baca ini bermanfaat menambah wawasan tentang LH
ilmu pengetahuan yg ada di internet,terutma matapelajaran sangat membantu anak2 kita bersekolah
Posting Komentar